watch sexy videos at nza-vids!
Koleksi Cerita Bokep | Cerita Dewasa

Welcome to Cerita Bokep | Cerita Sex | Cerita Dewasa

*
3GP Bokep 2013-Gambar bugil

Cerita Bokep My Diary: Kisah Cintaku
Ini kisah cintaku atau cerita bokep ku yang kedua kali mengalami kegagalan, setelah setahun lalu ditinggal mati oleh kekasih yang bertepuk sebelah tangan. Kini yang aku alami juga hampir serupa, sekarang bagiku semua perempuan di dunia ini hanya menilai seorang pria dari segi materi. Dan kita sebagai pria yang berekonomi bawah, apa tidak pantas mendapatkan yang namanya CINTA?
Sebelum memulai kisah cintaku yang kedua kali, perkenankan aku memperkenalkan diri. Nama saya Mamat, seorang pria dengan wajah yang cukup sangar, dengan kulit hitam dan tatto yang hampir memenuhi sekujur tubuh. Wajat saja sih, selain penampilanku yang berantakan dan status ekonomu yang suram, tidak ada satu wanita pun yang tertarim padaku. Sehari-hari aku hanya bantu Syamsul di kios kecilnya yang melayani tambal ban dan jual bensin eceran. Di lain itu, kami juga punya sampingan seperti memalak orang, mencopet dan bekerja sebagai eksternal kolektor bila diperlukan.
Kisahku di mulai ketika seorang gadis yang sangat cantik singgah di kios kami. Awalnya dari kejauhan ku lihat gadis itu mendorong sepeda motornya. Ku perhatikan baik-baik, ternyata ban motornya kempes, selain kasihan aku juga berpikir dia adalah konsumen kami, makanya aku berlari ke arahnya dan membantunya mendorong ke kios kami.
"Makasih mas...", kata gadis itu dengan senyumannya yang manis. Dari wajahnya yang senduh, menyiratkan dia gadis Jawa tulen. "Langsung cek di kios saya saja ya mbak...", aku menawarkan bantuan. Ia berjalan di sampingku mengikuti hingga ke kios kecil kami. Syamsul sedang mengerjakan motor lainnya sehingga ia tidak menghiraukan lagi kegiatanku.
Ku standar-dua kan motor matik Yamaha Mio lama milik gadis itu. Ku persilahkan gadis itu duduk sambil menunggu aku mengecek kendaraannya. "Wah, kena paku nih mbak...", setelah ku cek, ternyata ini adalah paku yang sering kami tebarkan setiap malamnya. "Jadi, masih bisa ditambal mas?...", tanya gadis itu. "Lubangnya lebar mbak, mesti ganti ban...", jawabku. "Kalau ganti ban berapa mas?", gadis itu bertanya lagi, terlihat dia sangat resah. "Kalau yang biasa cuma dua puluh lima ribu, yang bagus tiga puluh lima ribu...", jawabku. Gadis itu terlihat diam lalu membuka tasnya dan melihat isi dompetnya. Seperti dugaanku, gadis itu tidak membawa uang yang cukup. "Kurang dong mas...", tawar gadis itu menampakkan wajah memelas. Aku cukup kasihan dengannya, lalu aku melihat ke arah Syamsul, kira-kira apa yang bisa dijadikan solusi dari Syamsul.
"Saya terburu-buru mas, mau kejar ke kampus, jadi tak sempat bawa uang...", lanjut gadis itu. Aku bingung harus bagaimana, lalu Syamsul cuma nyeletuk, "Mat... Mat... Emang lu mau nombokin dulu?...", membuat aku tidak enak hati, masa aku harus biarkan gadis ini tidak bisa membawa kendaraannya? "Ya sudah, saya tinggalkan KTP dulu, nanti pulang kuliah, saya singgah lagi. Karena tidak tega, akhirnya aku menyetujuinya, "Gue talangkan dulu bro...", aku kasih tahu ke Syamsul agar mendapat ijinnya juga. "Diingat tuh, tar bangkrut kita kalau dihutangin terus...", kata Syamsul menyindirku.
"Ini nomor hp saya, kalau saya gak kembali, cari saya aja mas...", merasa tidak enak, gadis itu mencatatkan nomor hp nya ke kertas kosong, dan ia serahkan bersama KTPnya. "Sulastri?", kubaca KTPnya. "Ya sudah, pendidikan lebih penting, nanti saja mbak sempat baru bayar...", kataku sambil menyimpan KTP dan nomor hp nya ke dalam lacu meja. Setelah selesai mengganti ban dalamnya, akhirnya Sulastri pamit dan tak lupa mengucapkan terima kasih.
Waktu tak terasa cepat berlalu, banyaknya langganan yang datang membuat aku tak sadar jam sudah menunjukkan pukul 22:45 di mana biasanya kami sudah tutup kios. "Loh, cewek tadi belum datang bayar hutang Mat?", tanya Syamsul. "Belum bro...", jawabku. "Lu jangan mau termakan rayuan orang bro, muka boleh cantik, tapi kita kan gak tau hatinya gimana?!", tegur Syamsul. "KTPnya kan kita sita mas bro...", jawabku membela. "Hahaha, KTP tembak cuma lima ribu bisa dapat Mat... Ini kan KTP kabupaten, gampang dapatnya...", aku kemudian ditakuti Syamsul hingga aku segera mencari no hp-nya.
Ku telpon gadis itu dengan hp-ku, tiga kali ku telpon tidak satu kali pun diangkatnya. "Tuh kan, lu kena tipu Mat...", lanjut Syamsul. "Apes deh...", kataku. Tidak apalah pikirku, anggap saja buang sial, aku bayarkan dengan uangku terlebih dahulu. Tidak lupa sebelum tutup toko, ku sms Sulastri, 'Mbak, ini Mamat yg td ganti ban motor mbak. Kpn mw byr?'. Aku pun pasrah menunggu balasan sms-nya yang kian tak kunjung tiba.
Namun pagi harinya ternyata Sulastri membalas sms-ku, 'Sorry mas, smlm plg kuliah, saya ngantuk n ketiduran, jd lupa singgah ke kios mas.' Aku sedikit lega karena Sulastri ternyata tidak membohongiku, setidaknya dua puluh lima ribu masih bisa untuk mengganjal perut selama dua sampai tiga hari bagiku.
Aku menunggunya di kios hingga siang, Sulastri kembali sms 'Sorry mas, motor kena pakai adik, kalo mas perlu cepet, boleh gak ambilkan di rmh sekalian bwa KTP saya.' isi sms Sulastri. 'Saya byk kerjaan' kesal ku balas sms nya yang menurutku sedikit mempermainkanku. Namun karena aku tidak mau nombok uang itu, segera kulihat alamat KTP nya, karena tidak begitu ramai, aku pun segera ke alamat yang tertera KTP itu.
Rumah dua lantai yang kutemui, aku pun mengetuk pintu, dan keluarlah seorang ibu-ibu menggunakan kerudung, "Cari siapa yah?", tanya ibu itu. "Apa benar ini rumahnya Sulastri?", tanyaku. "Iya, ini siapa?", ibu itu bertanya seolah takut dengan penampilanku yang menyeramkan. "Saya....", belum sempat menjelaskan lalu ternyata Sulastri pun keluar, "Mamat?", ibu Sulastri sedikit lega karena anaknya mengenaliku. "Ini loh ma yang tadi pagi Lastri cerita...", kata Sulastri menjelaskan ke ibunya. "Oh, orang bengkel?", ibunya ternyata sudah mendengar cerita Sulastri. "Ayo masuk...", ibunya Sulastri mempersilahkan aku masuk. "Gak pa pa bu, cuma mau ngambil uang sama balikin KTP...", kataku.
"Mas sibuk ya?" tanya Sulastri sambil memberikan uang padaku. "Gak juga sih...", jawabku. "Gini, Lastri mau ke kampus tapi motor dibawa adik, boleh minta tolong antarin gak mas?", tanya Sulastri. "Nanti Lastri byr deh biaya ojeknya...", sambungnya. Pikir-pikir boleh juga, lagian kampusnya satu arah ke kios kami. Akhirnya aku menyetujuinya.
Pulangnya dia juga meng-sms aku agar menjemputnya. Sejak itu kami menjadi sering sms, apalagi kalau motornya dipakai adiknya, maka Sulastri akan menggunakan jasa ojekku. Tidak rugi juga, karena lama kelamaan kami benar-benar akrab. Sampai Lastri ke mall maupun berkumpul dengan temannya pun, ia selalu mengajakku, hingga suatu hari aku pun iseng menyatakan cinta, dan sungguh jawaban yang tidak pernah aku bayangkan, Sulastri menerimaku.
Kami akhirnya pacaran, hingga berlanjut sampai sekitar dua tahun. Belakangan inilah aku sudah mulai menaruh curiga. Seperti percintaanku terdahulu, orang tua pacarky mulai tidak mengijinkan kami jalan berdua. Aku semakin susah mengajak Sulastri keluar bareng, ibunya selalu melarang, bahkan orang tua nya enggan berbicara denganku. Pikiranku mulai resah, aku bertanya kepada Sulastri melalui sms, ia pun jujur padaku, orang tua nya ingin yang terbaik untuk Sulastri. Memang sesuatu yang wajar bagi orang tua untuk melihat anaknya bahagia. Cuma yang tidak habis pikir, kenapa tidak sedari dulu mereka melarang hubungan kami? Setelah sekian banyak pengorbanan, kini kami harus dipisahkan?
Akhirnya pikiran jahatku mulai timbul seperti kisahku yang lalu, tidak mau dirugikan, akupun minta ketemu Sulastri di luar. Lastri sebenarnya masih mencintaiku, namun posisinya serba salah, ia tidak mungkin menjadi anak durhaka yang tidak mematuhi kemauan orang tuanya. Ku sms dengan nada yang meyakinkan bahwa aku akan memperjuangkannya.
Pikiran busukku akhirnya berencana pada penodaan Sulastri. Aku memintanya ketemu di hotel, aku beralasan kontrak rumahku telah habis, dan memerlukan waktu mencari kontrakan baru, sehingga sementara aku menginap di hotel yang murah. Sulastri pun menyetujuinya. Aku telah mempersiapkan kondom untuk menidurinya. Setelah Sulastri datang dan masuk ke kamar, ribuan serangan rayuan ku gencarkan hingga ia terbuai.
Awalnya kami hanya duduk berdekatan di ranjang, hingga berpelukan dan ciuman. Rayuan gombalku berhasil, pelan-pelan kulepaskan kancing baju Sulastri, ia tidak melaean, sambil berciuman bibir aku melepaskan pakaiannya. Hingga ia hanya menggunakan bra dan celana dalam yang serba warna hitam.
Ciumanku berlanjut hingga ke leher dan kemudian dadanya. Awalnya aku hanya menciumi bagian yang tidak tertutup bra saja. Perlu perjuangan perlahan-lahan, aku akhirnya mulai membuka bra yang menutupi dada Sulastri. Buah dadanya putih, putingnya pun mungil berwarna merah muda. Umur Sulastri masih sekitar dua puluh dua, sehingga tubuhnya masih segar. Melihat dadanya yang setengah bola, penisku pun mulai mengeras. Tak sabaran aku segera melepas habis pakaianku. Penisku yang besar mengeras awalnya membuat Sulastri kaget, apa mungkin ia belum pernah melihat penis sebelumnya?
Lalu ku sedoti buah dadanya itu, ku remas-remas susunya hingga Lastri pun kegelian. Sesekali kugesekkan jariku di selangkangannya walaupun masih tertutup oleh celana dalamnya. Dengan penuh kesabaran juga aku menggosokkan jariku di arah garis vaginanya, hingga Lastri kegelian dan aku pun berhasil membuka celana dalamnya tanpa perlawanan darinya.
Cumbuan bibir masih berlanjut, sambil tangan kiriku meremas buah dadanya dan tangan kananku menggosok di sekitar vaginanya. Kugesekkan tanganku ke dinding luar vaginanya, kutarik juga jembutnya yang lebat tak pernah dicukur. Sulastri sangat cantik menurutku, hari ini tak mau aku sia-sia kan, agar kelak aku tidak menyesal bila tidak mendapatkannya. Aku sudah pernah dikecewakan wanita, maka kali ini, agar tidak terlalu menyesal, maka aku harus berhasil menidurinya.
Setelah ciuman bibir, kini aku sudah beralih menciumi dadanya yang montok. Kusedot dengan penuh nafsu dan Sulastri pun mendesah menikmati percintaan kami. Bergantian ku menyedoti susunya bagian kiri dan kanan. "I love you Lastri...", kubisikkan rayuan ku ke telinganya.
Lastri yang masih awam dengan percintaan seperti ini nampak kaku. Aku penasaran dengan mulutnya yang sensual, makanya aku sodorkan penisku ke mulutnya. Sulastri kebingungan, ia awalnya bingung bagaimana cara melayaniku. Aku paksakan penisku ke mulutnya hingga Lastri membuka mulutnya dan berhasillah penisku jeblos ke mulutnya. Lastri hanya membiarkan penisku di dalam mulutnya, ia kebingungan mengerjakan penisku di mulutnya. Makanya aku akhirnya mencengkram kepalanya, lalu menarik keluar masuk penisku di mulutnya. Lastri mulai belajar cara menyepong penisku. Cukup lama ku biarkan Lastri yang ayu menikmati penisku bagaikan permen lolipop yang terus ia emut.
Karena takut Lastri berubah pikiran, misalnya tidak mau melanjutkan hubungan badan kami lagi, aku pun segera melancarkan aksiku untuk menodainya. Kudorong tubuhnya jatuh, lalu ku tindih. Ku arahkan penisku ke arah lubang vaginanya yang masih kering, aku tidak mau tahu, kapan lagi aku bisa menyalurkan dendamku. Cinta bukan ditolak, tetapi tidak direstui, maka aku pikir tidak sia-sia jika aku tidak mendapatkan Sulastri, setidaknya pernah bercinta dengannya saja aku sudah cukup bahagia.
"Argh... Sakit mas...", Lastri merintih karena vaginanya ku paksa terobos. Ya, liang vaginanya masih sempit, selain itu keringnya dinding-dinding vaginanya membuat Lastri tidak menyaman. Manaduli, pikirku dalam hati. Lastri lalu menggigit bibir bawahnya menahan sakit yang ia terima.
Setelah beberapa lama ku genjot, akhirnya Lastri mulai terbiasa, sekarang raut wajahnya tidak memancarkan kesakitan lagi, namun ia telah menikmatinya. Vaginanya yang hangat pun sudah terasa basah walaupun masih agak rapet, namun sodokanku terus berlangsung. Lastri mengikuti irama pompaanku, bahkan tangannya langsung memeluk erat tubuhku seolah tidak ingin aku melepaskannya.
Kulumat bibirnya yang seksi itu lalu terus kubisikkan "I love you..." hingga Lastri benar-benar terlarut dalam percintaan kami. Tubuh kami berpelukan tanpa celah, dadanya yang montok menyentuh dadaku, tubuhnya yang bahenol ini kini menjadi milikku sementara. Penisku masih bekerja keras mengobok-ngobok vaginanya dengan penuh semangat. "Oh yesss.... Oh......", Lastri terus mendesah keenakan, "Asyyiii...iikk.....", desahannya memacu nafsuku semakin bergejolak, "Nikmatkan Lastri?" tanyaku. Sulastri tidak menjawabnya, ia hanya meram melek menerima sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Sudah kurang lebih satu jam percintaan kami, aku mulai merasa lelah, kini aku menarik penisku dan ingin bergaya WOT, karena tubuhku sudah sedikit tidak bertenaga, semoga saja Lastri mau melakukannya. Saat ku tarik penisku, cukup lega ketika kulihat darah perawan bercucuran keluar dari vagina Lastri. Melihat itu Lastri langsung pucat, ia seperti tidak menerima semua ini. Gawat pikirku, Lastri pasti akan berubah pikiran melihat ini. "Las... Sayang ma aku gak?...", tanyaku agar Lastri tidak terbawa perasaan takutnya.
"Mas... Lastri mau pulang...", katanya yang membuatku sedikit kecewa. "Lastri takut mas...", ia berkata dengan mata yang berkaca-kaca. Sulastri benar-benar ketakutan karena keperawanannya yang sudah kurenggut. Melihat demikian aku menjadi iba, akupun pupuskan rencanaku untuk meneruskannya. "Sebentar ya Lastri...", aku menenangkannya, memintanya menyelesaikan birahiku yang sudah mencapai ubun-ubun.
Dengan wajah yang masih pucat, Sulastri pun kembali mengocok penisku dengan tangannya. Aku tak bisa lihat Lastri bersedih lagi, lagian aku tidak mungkin menikmati percintaan dalam keadaan ini. Aku pun cepat-cepat menyelesaikannya, Lastri berhasil mengocok penisku hingga aku berejakulasi. Spermaku belepotan di tangannya, "Tuh WC Las... Cuci tangan gih...", kataku yang lalu membersihkan penisku dengan tissue.
Kemudian kami pun berpakaian. "Lastri mohon pamit mas...", katanya dengan muka yang masih sedih. Ku peluk dia lalu ku ucapkan lagi, "Aku mencintaimu Lastri...", ia tidak mau diantar, mungkin ia masih ketakutan. Aku jadi merasa sedikit bersalah padanya.
Keesokkan harinya, Lastri mengirim sms padaku, ia minta kami putus. Membaca sms itu aku langsung meneteskan air mata. Aku sungguh bodoh, Sulastri yang dibawah tekanan orangtuanya masih saja kuberikan beban yang akan terus merasuki pikirannya. Sungguh kejam diriku, aku pun tidak berani membalas smsnya. Aku terdiam dengan seribu pikiran yang membebaniku, aku tidak tahu harus berbuat apa. Dalam pikiranku, aku hanya merasa sangat bersalah.
"Sudah lah Mat, kita harus sadar memilih pasangan yang sederajat...", kata Syamsul saat bertemu denganku di kios kami. Syamsul benar, Sulastri akan lebih bahagia dengan pria lain, dia tak layak hidup dengan aku yang susah begini. Namun, cinta kami akan terus aku kenang hingga akhir hayat. Lastri, terima kasih sudah pernah mencintaiku.

TAMAT

*
2013 Cerita Bokep

- small.php?c=gray